Selasa, 28 April 2009

Pindahkan Otak ke dengkul

Kalau mau memulai bisnis pindahkan dulu "otak ke dengkul" . jadilah orang bodoh, jangan jadi orang pintar.


Inilah kalimat yang saya denger dari Om Bob Sadino. Terus terang saat mendengar kalimat ini saya sempat bingung apa maksud dari perkataan Om Bob ini. Kenapa otak harus di pindahkan ke dengkul? Kenapa pula kita harus jadi orang bodoh? Sudah capek-capek sekolah tinggi kok malah di suruh jadi orang bodoh? Setuju ga ya?


Inilah teori yang diusung oleh Bob Sadino, karena dengan cara inilah beliau sukses membangun bisnisnya. Menurut beliau orang yang pintar cenderung terlalu hati-hati dan takut terutama takut akan rugi sehingga ketika akan memulai bisnis terlalu banyak pertimbangan yang akhirnya malah menyebabkan gagal untuk memulai bisnisnya. Memulai saja gagal apalagi kalau sudah berbisnis Sedangkan orang bodoh cenderung bertindak nekat tanpa banyak pertimbangan dia akan memulai melakukan bisnis dengan kemampuan yang dia punya. Keberanian untuk bertindak nekat ini justru menjadi poin penting. Ketika bisnis dimulai secara tak langsung orang bodoh akan belajar untuk terus mengembangkan bisnis nya. inilah yang menyebabkan banyak orang bodoh yang akhirnya sukses.


Hm... cukup bisa di pahami saya pun cukup takjub dengan teori ini. Tapi kok rasanya masih belum bisa menerima ya. Saat keinginan berbisnis muncul, saya sempat mengalami kondisi seperti orang pintar, terlalu banyak pertimbangan dan ketakutan. Takut rugi lah takut di tipu takut gak laku dan yang terakhir takut diledekin kalau ternyata bisnis saya gagal. Akhirnya begitulah bisnisnya gak jalan-jalan. Lalu saya mencoba bersikap seperti orang bodoh, nekat. Tanpa pikir panjang saya mulai coba memulai bisnis, tapi kok akhirnya saya malah berpikir seperti orang pintar lagi. Masa bisnis tanpa perhitungan ya harus dipikir dong untungnya berapa , biaya nya berapa trus target break event point nya berapa lama? Lagi-lagi saya mulai buntu dan hampir saja menyerah.


Akhirnya saya teringat kisah saya waktu masih di Sekolah Dasar. Sebenarnya pengalaman bisnis saya sudah dimulai semenjak saya duduk di Sekolah Dasar. Bisnis pertama saya adalah menyewakan buku cerita. Awalnya bisnis ini dimulai oleh kakak saya yang nomor tiga. Ketika dia mulai melanjutkan kuliahnya di Bandung, saya iseng-iseng mencoba melanjutkan kegiatannya menyewakan buku cerita tersebut. Satu buku cerita saya sewakan dengan harga Rp. 25,-/hari. Buku -buku tersebut saya sewakan kepada teman-teman di sekolah. Hasilnya lumyan juga. Saya dapat menambah koleksi buku cerita saya dari hasil penyewaan buku tersebut dan yang pasti buku -buku baru tersebut juga saya sewakan.Tapi sayang usaha ini tidak bertahan lama, karena ketahuan oleh guru disekolah sehingga saya tidak diperbolehkan lagi untuk menyewakan buku cerita.


Setelah kisah penyewaan buku cerita berakhir saya sempat mencoba jualan permen. Setiap berangkat ke sekolah saya pasti melewati pasar. Dipasar saya beli permen seharga Rp.10,-/buah lalu disekolah permen tersebut saya jual dengan harga Rp.25,-/buah. Dengan jualan permen ini saya bisa menghemat uang jajan. Bayangkan dalam hitungan beberapa menit saja saya sudah mencapai BEP. Begitu mudah bukan? Tapi akhirnya usaha jualan permen ini hanya bertahan beberapa hari saja karena lagu lama terulang kembali, ketahuan guru dan lagi-lagi dilarang.


Setelah kisah jualan permen saya tidak pernah lagi berbisnis, karena setiap dicoba selalu gagal, bukan karena tidak bisa bisnis tapi karena gengsi dan malu. Gengsi dong masa cantik-cantik jualan disekolah, malu diledekin teman-teman apalagi kalau jualannya ga laku.


Dan sekarang setelah saya menamatkan sekolah dan bekerja di sebuah instansi pemerintah, keinginan untuk berbisnis muncul lagi. Masa sih sudah sekolah tinggi gak bisa bisnis, dulu waktu masih SD aja bisa kok sekarang gak? Ha ha ha saya jadi tertawa sendiri, ternyata ada benarnya juga teori Om Bob Sadino. Dulu ketika saya masih jadi anak SD yang "bodoh" saya melakukan bisnis tanpa pertimbangan dan cenderung nekat ,saya hanya berpikir ingin menambah uang jajan dan koleksi buku cerita, mana paham saya tentang konsep biaya, BEP dan margin. Saya mengikuti naluri seorang anak kecil, beli permen lalu jual ke teman dapat untung trus untungnya di tabung. Saya tidak perlu pusing memikirkan apakah teman-teman suka dengan permen yang saya jual, yang penting tawarkan dulu kalau mereka suka pasti besok pesan lagi.Pemikiran yang sangat sederhana, tapi justru malah membawa hasil. Dan sekarang ketika akan memulai bisnis lagi kok saya sempat pusing ya memikirkan selera pasar, ketakutan dan was-was kalau-kalau produk saya tidak disukai orang takut diledek, malu kalau rugi.


Ternyata saya "kalah" sama anak kecil yang notabene adalah diri saya sendiri. Sepertinya saya harus pindahkan dulu otak ini kedengkul.

1 komentar: